GoBlog21 Membangun Kembali Semangat Ke-Indonesia-an ~ Rapatigenagh

Jumat, 30 November 2012

Membangun Kembali Semangat Ke-Indonesia-an

Apa sesungguhnya yang hilang dari bangsa ini, mengapa tiba-tiba saja masyarakat menjadi beringas, saling serang dan bunuh. Aksi tawuran yang melibatkan pelajar dan antarmahasiswa selalu saja terjadi. Konflik Papua dan sebagian wilayah timur
Indonesia seperti tidak pernah kunjung padam, terlepas adanya kepentingan kelompok tertentu untuk memisahkan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

APARAT keamanan seperti tidak berdaya menghadapi semua ini. Peran lembaga-lembaga tradisional seperti tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang di masa lalu sangat berpengaruh di dalam menciptakan suasana kondusif di tengah-tengah masyarakat, kini sudah hilang. Jujur harus kita akui bahwa demoralisasi telah melanda negeri ini. Di mana, nilai-nilai moral telah semakin menipis. Rasa nasionalisme masyarakat Indonesia saat ini mengalami ambiguitas, yang pada akhirnya terjadi degradasi nasionalisme.
Fakta lain yakni kinerja pemerintah tidak secara profesional untuk mengembalikan semangat nasionalisme. Sejak bergulirnya reformasi di negeri ini, kita telah kehilangan jati diri. Sebagai bangsa yang bermartabat. Di masa dulu bangsa Indonesia mendapat julukan sebagai ’’bangsa timur’’ karena perilaku masyarakatnya yang dikenal berbudi pekerti luhur, sabar, ramah, dan santun. Itulah sesungguhnya jati diri yang telah terpatri dan dimiliki rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami patologi sosial yang amat kronis. Sebagian besar masyarakat kita, terutama kaum muda dan para pelajar telah tercerabut dari peradaban easterisasi atau ketimuran yang beradab, santun dan beragama. Dengan dalih demi untuk menunjukkan paradigma transparansi, demokratisasi dan keterbukaan, unjuk rasa (bayaran) marak di mana-mana. Rakyat pun bingung, sosok mana yang pantas menjadi figur pemimpin karena yang mengaku tokoh pun kerjanya hanya mengkritik dan menghujat. Kita seperti sedang berjalan di alam yang gelap gulita, satu sama lain saling bertabrakan atau sengaja untuk bertabrakan.
Mengapa bisa terjadi? Jawabnya adalah bahwa kita telah lupa sejarah. Perjalanan sejarah bangsa yang seharusnya dapat menjadi pedoman dalam meneruskan perjuangan para pendahulu telah ditinggalkan. Nasionalisme merupakan sebuah aliran yang dimiliki oleh bangsa dalam upaya menjaga keabadian identitas bangsa dan negara untuk mencapai tujuan bersama-sama. Masyarakat masa lalu menggunakan nasionalisme untuk menyatukan NKRI dengan merebut kemerdekaan dari kolonial. Konsep nasionalisme masa lalu inilah yang tidak lagi ditemui saat ini.
Karena selain perbedaan atas tujuan nasionalisme itu sendiri, bahwa nasionalisme dulu berbeda dengan nasionalisme sekarang karena momen yang berbeda. Tak bisa di bantah bahwa Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik di mana pada 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia dilahirkan. Kita seharusnya lebih memahami dasar fundamental berdirinya bangsa Indonesia. Suatu bangsa yang dibangun di atas dasar sebuah keinginan yang kuat, dilandasi semangat perjuangan yang tidak dibatasi dengan waktu demi untuk melepaskan diri dari kekuasaan kaum kolonialis.
Kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli. Tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Seyogyanya semangat sumpah pemuda ini secara terus menerus digelorakan dalam rangka memberikan pemahaman bagi masyarakat, khususnya kaum muda agar dapat meneladani semangat dan patriotisme para pendahulunya.
Dengan memahami sejarah masa lalu, diharapkan ke depan tidak akan terdengar lagi tuntutan sekelompok masyarakat atau golongan yang ingin untuk memisahkan diri dari NKRI. Juga tidak akan muncul konflik atau ’’perang’’ antarsuku, antarkampung, antarsekolah, dan lainnya karena semua telah paham bahwa Indonesia adalah satu, bahwa kita bersaudara.
Sebagai orang yang pernah ikut malang melintang di organisasi kemasyarakatan pemuda, saya masih memiliki harapan besar terhadap peran pemuda untuk mengambil bagian dalam membangkitkan kembali semangat persatuan dan kesatuan serta nasionalisme. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebagai wadah berhimpunnya organisasi kemasyarakatan pemuda hendaknya mampu menjadi perekat dari berbagai bentuk dan corak kepemudaan yang ada. Di era tahun 70-an dan sebelumnya, kaum muda selalu hadir dengan segala kepeloporannya dalam mendobrak berbagai upaya kemapanan dan ketika lingkungan di sekitarnya sedang dilanda krisis. Begitu pula dengan angkatan 1966 yang disebut-sebut sebagai angkatan yang berjasa menendang orde lama. Diakui memang bahwa KNPI lahir dibidani oleh penguasa untuk kepentingan pihak pemerintah ketika itu.
Di awal pemerintahan orde baru, strategi negara yang diterapkan adalah menyerap berbagai fungsi penekanan masyarakat melalui ’’pencetakan’’ lembaga-lembaga tunggal perwakilan kepentingan. Maka beberapa organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) terserap ke tubuh KNPI. Dengan demikian secara struktural para tokoh pemuda telah terikat menjadi satu dengan pihak Pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah membentuk atau mengakui satuan-satuan organisasi yang diberi monopoli sesuai dengan kategori fungsionalnya masing-masing, dengan imbalan bahwa pemerintah memiliki wewenang dan berhak untuk mengontrol atau mengawasi berbagai kegiatan serta artikulasi tuntutan dan dukungan mereka. Strategi pemerintah waktu itu bisa diterima karena pendekatan pembangunan yang dijalankan pemerintah orde baru, baik dalam perencanaan ekonomi maupun sosial didasarkan pada prinsip ’security’.  
Dengan demikian penerapan strategi seperti itu sekaligus akan mampu mencegah terjadinya konflik antar kelompok, kelas, ideologi yang sering terjadi di masa-masa orde lama. Dan yang paling penting lagi, hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, khususnya generasi muda akan lebih bersifat kerjasama yang harmonis. Maka tidak perlu heran bila KNPI pada waktu itu lebih banyak menyuarakan suara pemerintah kepada masyarakat ketimbang merefleksikan suara masyarakat untuk diteruskan kepada pemerintah.
Di era sekarang ini, KNPI tentu tidak bisa lagi memosisikan diri seperti itu, menempel birokrasi pemerintahan demi kepentingan individu para pengurusnya. KNPI harus melepaskan diri dari intrik politik dan kekuasaan, sesuai dengan keberadaannya sebagai wadah berhimpunnya OKP. Adalah sah-sah saja bila elemen kepemudaan ikut asyik bermain dengan ranah politik, sepanjang tidak melupakan kewajiban yang mesti dilakukan dalam rangka pembinaan dan pengembangan kaum generasi muda.
Semangat sumpah pemuda dapat menjadi senjata maha dahsyat dalam membangun kembali moral bangsa yang dilandasi dengan rasa persatuan, kesetiakawanan dan solidaritas sosial. Tugas mulia yang harus dilakukan kaum muda saat ini adalah membangun kembali komitmen ke-Indonesia-an, bukan sekedar formalitas belaka dalam poin-poin dan pasal-pasal Sumpah Pemuda yang kini telah kehilangan ruh. Semangat satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa harus menjadi bukti nyata sebagai tali persatuan bangsa Indonesia. Jika pengingkaran terhadap semangat Sumpah Pemuda terus bertumbuh subur, maka sesungguhnya kita sedang menuju sebuah kehancuran dari sebuah negeri yang bernama Indonesia. Dirgahayu Pemuda Indonesia. (*)